Kapan kita bisa melakukan pengadaan dengan cara Penunjukan Langsung (PL) ?

Beberapa kali media memberitakan dugaan kasus korupsi karena pengadaan dilakukan secara penunjukan langsung (PL). Terkesan dalam berita – berita tersebut bahwa penunjukan langsung itu ”haram”. Lha apa ya memang haram PL itu ? Dalam postingan ini saya akan ceritakan hal ikhwal tentang PL yang saya ketahui dari berbagai aturan yang ada.

Menurut Keppres 80/2003 disebutkan bahwa memang pada dasarnya pengadaan barang/jasa melalui penyedia barang/jasa dilakukan dengan cara lelang, tapi dalam kondisi khusus boleh dilakukan PL. Ini sesuai dengan pasal 17 keppres 80/2003 ayat (1) yang menyebutkan : ”Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, pada prinsipnya dilakukan melalui metoda pelelangan umum”. Selanjutnya pada pasal yang sama di ayat (5) disebutkan : ”Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan”.

Bagaimanakah yang dimaksud dengan kondisi tertentu dan keadaan khusus itu ? Ini saya kutipkan ketentuan dalam lampiran keppres 80/2003 ya, mungkin ada gunanya :

Penetapan Metoda Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

  1. Semua pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya dilakukan dengan pelelangan umum;
  2. … dst
  3. … dst
  4. Penunjukan langsung dapat dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:

A. Keadaan tertentu, yaitu:

  1. penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda, atau harus dilakukan segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam; dan/atau
  2. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh Presiden (kalau di perpres 8 tahun 2006 tentang perubahan ke 4 keppres 80/2003 disebutkan … serta tindakan darurat untuk pencegahan bencana dan/atau kerusakan infrastruktur …); dan/atau pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan: (a) untuk keperluan sendiri; dan/atau, (b) teknologi sederhana; dan/atau, (c) resiko kecil; dan/atau, (d) dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk koperasi kecil.

B. Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu:

  1. pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah; atau pekerjaan/ barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak paten; atau
  2. merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil atau pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar dan harga yang relatif stabil; atau
  3. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya.

Nah ternyata boleh – boleh saja PL asalkan kriteria tersebut diatas terpenuhi. Masalahnya kita sering tidak melengkapi dokumen administratif untuk menunjukkan secara obyektif bahwa kriteria – kriteria tersebut memang terpenuhi. Misalkan untuk kejadian darurat yang didefinisikan oleh keppres 80/2003 sebagai kondisi perang, bencana alam dan bencana sosial. Setidaknya ada urutan kejadian dan aktifitas administrasi sebagai berikut :

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya untuk Pekerjaan Penanggulangan Bencana Alam, Bencana Sosial, dan Bencana Perang.

Pekerjaan penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan bencana perang adalah pekerjaan untuk penanganan darurat menjelang, pada saat, dan setelah terjadinya bencana.

Pekerjaan dalam rangka penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan bencana perang diuraikan sebagai berikut:

  1. Pengadaan barang/jasa lainnya untuk keperluan penanggulangan bencana sosial, dan bencana perang, misalnya pengadaan obat-obatan, tenda darurat, bahan pangan untuk yang terkena bencana;
  2. Konstruksi darurat yang harus segera dilaksanakan dan diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk keamanan dan keselamatan masyarakat dan/atau menghindari kerugian negara/ masyarakat yang lebih besar;
  3. Konstruksi darurat harus dapat mengatasi kelancaran kegiatan masyarakat semula dan harus tetap memenuhi persyaratan teknis sebagai jenis pekerjaan darurat walaupun kemampuan konstruksinya dapat lebih rendah, dan pengamatan atas kestabilan konstruksi/ perawatannya harus diawasi secara terus menerus;
  4. Pekerjaan penanggulangan bencana alam yang tidak masuk dalam cakupan areal suatu kontrak, pengadaan penyedia barang/jasa dilakukan dengan penunjukan langsung kepada penyedia barang/jasa yang sedang melaksanakan kontrak pekerjaan sejenis terdekatdan/atau yang dinilai mempunyai kemampuan, peralatan, tenaga yang cukup serta kinerja baik dan diyakini dapat melaksanakan pekerjaan dengan tahapan sebagai berikut:
  • Pejabat Pembuat Komitmen (aslinya adalah pengguna barang/jasa) dapat menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), setelah mendapat persetujuan dari penanggung jawab keuangan (Menteri/Panglima TNI/Kapolri/Pemimpin Lembaga/ Gubernur/Bupati/Walikota) dan ada pernyataan bencana alam dari Presiden/ Gubernur/Bupati/Walikota;
  • Opname pekerjaan di lapangan dilakukan bersama antara Pejabat Pembuat Komitmen/ PPKm (aslinya adalah pengguna) dan penyedia barang/jasa, sementara proses dan administrasi pengadaan dapat dilakukan secara simultan;
  • Dana bencana alam dalam DIP bencana alam digunakan hanya untuk membiayai penanganan darurat dengan konstruksi darurat, bukan untuk membiayai penanganan yang sifatnya permanen;
  • Bagi kejadian bencana alam yang masuk dalam cakupan areal suatu kontrak, pekerjaan penanganan darurat dapat dimasukkan ke dalam Contract Change Order (CCO) dan dapat melebihi 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak awal.

Ah, ternyata PL itu tidak haram ya. Bahkan kalau untuk keadaan bencana maka pemerintah akan dinilai tidak bertanggung jawab jika tidak mengambil langkah – langkah yang sering harus dilakukan dengan cara PL. Yang penting langkah – langkah administrasi dan pendukung teknis serta penentuan HPS dilakukan dengan benar secara keahlian agar tidak terjadi kelebihan nilai dari harga pasar yang berlaku.

Okey, mudah-mudahan bisai kita jadikan bahan diskusi lebih lanjut.

Salam.

63 thoughts on “Kapan kita bisa melakukan pengadaan dengan cara Penunjukan Langsung (PL) ?

  1. Salam kenal, Pak…
    Barusan dpt alamat blog Bapak dari potongan Jawa Pos lama di rumah Nenek… 🙂

    Nice writing, nice blog…

    Kenapa ga pake chatbox / shoutbox, Pak?
    Untuk buku tamu gitu…
    😀

    Sukses selalu…

    🙂

  2. Trims dik Mira Maulia (habis saya cek di blog-nya masih mudaaa banget, tapi kok sudah pinter gitu ya ?!!)
    Ide-nya untuk chatbox/ shoutbox akan saya coba u/ pelajari deh.
    Sekali lagi trims dan Salam kenal juga.

  3. mas sonhaji salam kenal, nama saya kautsar tinggal di nginden, saya bisa minta data kontraktor dan data spesifikasi yang mengerjakan proyek paving di kelurahan nginden jangkungan kec. sukolilo

    thanx alot
    k-utzar

  4. Salam kenal juga mas Kautsar !
    Kalau yang info itu silahkan mas Kautsar datang ke kantor saya ya karena saya tidak punya data-nya, sehingga harus saya tanyakan ke Dinas yang mengerjakan (mungkin dinas bina marga dan pematusan). Syukur – syukur kalau Dinasnya sudah mengerjakan kontrak-nya lewat aplikasi eDelivery yang sudah kami siapkan, maka data kontraktornya dapat kami ketahui, dan Mas Kautsar bisa berkomunikasi lebih lanjut dengan-nya.
    Oh ya kantor saya di Bagian Bina Program, jalan BKR Pelajar (Jimerto) samping Masjid Muhajirin, lantai 4, trims.

  5. Pagi Mas,
    saya PNS Pelalawan, Riau. lagi gogling tentang sanggahan, nyasar kesini. Salut mas dengan blognya.
    Iya mas, setuju banget dan ketentuan PL memang gitu. Tapi kadang didaerah PL sepertinya “dipaksakan”, dengan pagu dana “diusahakan” sedikit dibawah 50 jt untuk memenuhi ketentuan PL, walau sebenarnya harga barang/jasa tersebut bisa ditekan jauh dibawah harga yang ditawarkan.
    Mas punya bahan seperti petunjuk teknis pengadaan nggak? (bukan Keppres 80/2003). mungkin yang mengatur atau format dokumen pemilihan, dokumen evaluasi dan dokumen lain yang berhubungan dengan pengadaan. karena saya tertarik dan sedang mencoba untuk mempelajari lebih jauh tentang pengadaan barang/jasa pemerintah ini.
    Thanks

  6. Format dokumen – dokumen pengadaan sudah langsung ada di aplikasi eProcurement, jadi otomatis kesalahan administrasi/ prosedur pengadaan dapat diredusir.
    Silahkan baca postingan yang terkait dengan eProcurement di blog ini, ntar bisa kita diskusikan lebih lanjut. Eh ini Mas atau Mbak ya ?

  7. Ok mas, saya coba baca2 dulu.
    Ntar kalo ada yang perlu, saya diskusikan lagi sama mas aison, dikotak comment aja, biar yang lain bisa urung rembuk.
    dan,
    Alhamdulillah dan saya bangga sampai sekarang masih status male.

  8. Dalam RKS pengadaan barang tidak boleh menyebutkan merk barang tertentu kecuali untuk pengadaan spare part (suku cadang) dengan alasan bahwa kalau untuk pengadaan barang utuh mencantumlam merk akan bisa menciptakan peluang KKN dengan distributor barang dimaksud. Tapi kalau untuk suku cadang tidak apa – apa cantumkan merk karena memang kebutuhan-nya memanh harus barang tersebut. Hal ini sudah diatur dalam Keppres 80/2003, trims.

    • ass wrb apa akibat dari tidak boleh dicantumkan merek ? bagi pantia lelang apa nantinya tidak rugi ? kan penafsiran orang tentang barang kan berbeda bed pada suatu barang kalo nggak disebut merek ? dan apa yang akan terjadi kalo harganya A di kasih kulitas B siapa yang akan bertanggung jawab ?
      Tims atas infonya mas

      • Pak Widodo yang baik …
        mhn maaf baru sempat buka dan balas. Mengenai merek barang untuk lelang memang tidak boleh ditulis Pak,kecuali untuk pengadaan spare part (lha keppresngomong gitu Pak he he he). Mengenai kualitas, teman – teman di Surabaya biasanya meminta untuk dilakukan cek dan test pada barang yang diadakan guna memastikan apakah kualitasnya sudah terpenuhi sesuai dengan yang diminta oleh PPKm. Kadang dilakukan penge-test-an dilakukan di Laboratorium independent yang ditunjuk oleh panitia. Sehingga ada kepastian bahwa harga A nantinya akan menerima barang dengan kualitas A juga, demikian Pak, salam …

  9. saya ingin bertanya : apabila dalam Anggaran Perubahan disahkan proyek fisik diatas 50 juta… sedangkan pengesahan anggaran jatuh pada tanggal 14 Nopember 2008 sedangkan tutup anggaran tanggal 15 Desember., yang ingin saya tanyakan :
    1. apa boleh urutn dalam kontrak KPBJ disingkat waktunya ?
    2. boleh pekerjaannya selesai lewat tanggal 15 desember ?

  10. Biasanya pemda mengarahkan agar semua administrasi kegiatan diselesaikan pada tengah desember agar tidak ada yang terlambat di akhir tahun (31 desember) dan bisa mengetahui barangkali ada paket pekerjaan yang sampai akhir tahun diperkirakan tidak akan selesai dan bisa menjadi DPA-L di tahun berikutnya.
    Mengenai urutan berkas – berkas administrasi dalam kontrak PL tentunya harus tetap lengkap sebagaimana keppres 80/2003 tapi waktunya bisa saja disingkat karena syarat rentang waktu untuk PL tidak disebutkan di keppres 80/2003.
    Sedangkan pekerjaan ya boleh saja diselesaikan setelah tanggal 15 desember, asal tidak melebihi tanggal 31 desember dan memang sejak awal penandatanganan kontrak sudah diketahui bahwa masa penyelesaian pekerjaan dipastikan melebihi tanggal 15 desember.
    Begitu Pak Mulyadi, mudah-mudahan bisa menjawab. Jika ada sesuatu yang salah akan saya koreksi di kemudian hari.
    Salam.

  11. Boleh ikut urung rembuk nih.
    Mas, gimana sih syarat kegiatan/proyek yang bisa di DPAL-kan. Khususnya di kami untuk anggaran perubahan, kegiatan fisik (konstruksi) ditiadakan. Hal ini berhubung dengan perkiraan masa selesai kegiatan/proyek dengan tutup buku bank. Apalagi jika waktu efektif dianggaran perubahan hanya 1 – 2 bulan saja.

    @Pak Mulyadi, pada prinsipnya tahun anggaran habis per 31 Desember. Namun hal ini berkaitan dengan tutup buku bank, sebagai media pembayaran kegiatan pihak ketiga. Mungkin ditempat P’Mulyadi ada kebijakan khusus tentang masalah pembayaran. Dana dapat saja dicairkan pada saat tutup buku, namun PPK meminta pihak bank untuk memblokir sementara dana tersebut sampai pekerjaan dapat diserahterimakan kepada PPK.

    Jika ada keliru, agar dikoreksi mas Agus.

  12. Wah ada Mas Uan mampir, bagaimana kabar nih ?
    Oh ya tentang proyek yang dapat di statuskan sebagai DPA-L di tahun berikutnya setahu saya adalah proyek yang sudah ada kontraknya di tahun berkenaan dan sesuai kontrak tersebut proyek akan selesai di akhir tahun, namun ternyata diakhir tahun tidak selesai (terlambat) karena kondisi force majeur (keadaan kahar = kondisi diluar kendali kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian/ kontrak).
    Menurut saya sih masa selesai kontrak proyek tidak semata – mata ikuti tutup buku bank tapi karena UU 1/2004, PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006 serta perubahan-nya ngomong bahwa kegiatan yang dibiayai dari APBD itu sifatnya tahunan dan berakhir 31 Desember, dan kebetulan tutup buku bank juga sama he he he.
    Trus tentang penjelasan mas Uan ke P. Mulyadi bahwa dana dapat dicairkan pada saat tutup buku Bank, namun PPKm meminta pihak bank untuk membokir sementara dana tersebut sampai pekerjaan dapat diserahterimakan kepada PPKm kelihatan-nya memecahkan masalah. Tetapi, arti-nya PPKm menandatangani berkas persetujuan fisik pekerjaan 100% yang menjadi syarat kelengkapan dokumen pencairan dong ? padahal pekerjaan belum okey kan ?. Jadi saya ndak merasa yakin bahwa langkah itu dibenarkan, dan bisa berbahaya jika BPK menemukan ini.
    Menurut saya kalau memang terjadi keterlambatan penyelesaian proyek (melebihi 31 desember) dan bukan karena keadaan kahar ya rekanan dibayar sesuai fisik yang diakui saja. Tentunya kinerja rekanan dan PPKm perlu mendapat evaluasi serius dari Kepala Daerah. Kemudian PPKm bisa mengajukan anggaran proyek baru untuk meneruskan penyelesaian pekerjaan dimaksud agar pekerjaan tidak mangkrak.
    Begitu menurut saya Mas Uan, akan sangat menarik jika rekan – rekan akademisi dan praktisi yang lain bisa turut memberikan pengkayaan konsep operasional terhadap masalah ini.
    Salam.

  13. Iya nih, Mas Agus.
    Maksudnya kaitan antara tahun anggaran dan tutup buku bank adalah bank sebagai “kasir pembayaran proyek” terikat dengan ketentuan batas waktu pencairan dana. Biasanya tanggal 20-an (tergantung kebijakan bank dengan tanggal liburan natal dan tahun baru). Misalnya untuk tahun ini diperkirakan tanggal 24 Desember batas pencairan dana (tgl 25 dan 29 Des : tgl merah, 30/31 Des konsolidasi laporan keuangan). Berarti seluruh dok pencairan harus selesai sebelum tanggal 24 Des. Dan PPK tidak harus menandatangi 100% pencairan dana, tapi berdasarkan perkiraan progress pekerjaan sampai dengan diakhir tahun. Jika diperkirakan (pake analisa perhitungan) dapat diselesaikan 100%, ya dok pencairan ditandatangani 100%, jika tidak, ya harus sesuai dengan perkiraan bobot diakhir tahun. Hal ini harus disepakati oleh rekanan (targetnya rekanan!).
    Agak ruwet ya penjelasannya?

    Dan untuk proyek yang di DPA-L kan, kecuali akibat force majeur, berarti kontaktor dapat dikenakan penalti keterlambatan, dan dibayar sesuai bobot pekerjaan. Dan sisa nilai pekerjaannya yang akan di DPA-Lkan, dan diadakan lelang baru ditahun anggaran berikut. Gitukan mas Agus?

    Mohon direview mas Agus.
    Thanks

  14. Mas Uan,
    Saya setuju dengan alenia pertama,
    sedangkan untuk alenia kedua :
    Untuk proyek yang boleh di DPA-L ya pasti yang hanya disebabkan karena force majeur, jika tidak karena force majeur ya terpaksa selesai-lah untuk sementara tuuh proyek di akhir tahun, dan mungkin fisiknya tidak sampai 100%. Nah sisa pekerjaan itu diajukan lagi ke DPRD untuk masuk ke APBD tahun berikutnya dan tidak berstatus DPA-L, tapi menjadi kegiatan baru (kami di Surabaya meng-istilahkan DPA Murni). Alokasi anggaran baru tersebut akan di lelang atau PL terserah PPKm-nya dengan merujuk pada keppres 80/2003.
    Begitu Mas Uan.
    Mudah-mudahan ndak keliru deh he he he, soalnya manusia tempat-nya salah dan lupa, yang penting niatnya kan baik.
    Salam.

  15. sebagai catatan saja, BPK terkadang tidak langsung meyakini bahwa yang dilaporkan sebagai force majeur itu adalah benar-benar force majeur. Biasanya, BPK akan mengkaji lagi lebih jauh. Apalagi jika terkait dengan metode PBJ-LS

    • Betul Mbak Maiya, saya rasa Pejabat Pembuat Komitmen (PPKm) ndak akan dengan mudahnya dan berani men-statuskan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai Force Majeur jika pada kenyataan-nya tidak demikian, kecuali yang sudah sejak awal punya niat – niat tertentu he he he. Ya berarti yang begitu itu sama dengan menantang bahaya.
      Makasih Mbak atas respon-nya, eh ! ngomong2 Mbak Maiya ini bertugas di instansi mana ya ? mungkin saya bisa di-sharing masalah – masalah lain yang perlu saya pelajari.
      Trims dan Salam.

  16. Dalam Surat Edaran Menteri Kimpraswil No. 01/SE/M/2003 untuk pekerjaan (konstruksi) yang bersifat LANJUTAN dalam pengadaannya memungkinkan dilaksanakan dengan cara PENUNJUKAN LANGSUNG (PL)
    Yang ingin saya tanyakan (kepastian), “apakah surat edaran tersebut masih dapat dijadikan dasar untuk pengadaan pekerjaan sejenis untuk TA. 2009 atau ada regulasi/surat edaran yang terbaru ?”
    Thanks

    • Wah tentang PL untuk pekerjaan lanjutan dan sejenis itu yang agak kuat ya bersandar ke PP no 29/2000 dan sampai dengan sekarang PP tersebut belum pernah direvisi dan PP tersebut juga menjadi konsideran keppres 80/2003. Kalau surat edaran menteri apakah cukup kuat dijadikan dasar hukum ? saya kok belum yakin benar ya ?! Coba Bapak kontak-kontak dengan Pak Ir. Ikak dari LKPP yang senantiasa menjadi rujukan kami di Surabaya jika terjadi keraguan dalam melangkah …
      Salam kenal …

  17. Terimakasih Nih tanggapannya. Kalau boleh tahu contact person-nya Pak Ir. Ikak yang dari LKPP berapa? Bapak bisa kirim nomornya melalui email saya. Makasih banyak atas bantuannya.
    Salam Kenal Kembali ……

  18. Assalamulaikum, Mas Agus.
    Mungkin bisa bantu informasi, Pak Ikak punya tulisan juga di : “http://ikakgp[dot]blogspot[dot]com/”

    Salam,

  19. Minta informasi mas, kalo pencntuman merk tertentu untk pengadaan alat tertentu yg pernah kita supply apa boleh kta PL kan mas baik dgn nilai kurang dr 50jt maupun 200jt, kmi sbgt agent resmi khawatir kalo dilelangkan yg dapat orglaen yg disupply ga tau brang drmana kan bsa berabe mas, mhon disampaikan dasar2 keppresnya mas.
    Rival-balikpapan

    • Buat Bang Rival di Balikpapan,
      Menurut yang saya ketahui di Keppres 80/2003, kalau pengadaan peralatan sejak mula tidak boleh mencantumkan merk. Namun setelah peralatan tersebut dipakai oleh SKPD/Instansi Pemerintah dan kemudian membutuhkan suku cadang ntuk pemeliharaan dan operasionalnya ya sangat boleh mencantumkan merk yang sesuai dengan peralatan tersebut. Kalau pemasoknya cuman Bapak yang ada di Republik ini masak mau dilelang meskipun harganya 200 juta he he he, bisa ndak kepakai tuh suku cadangnya waktu dipasang di peralatan yang ada. Malah ada kerugian negara dong !?? Sukses ya Bang Rival …

  20. aslmlkm,
    Mohon bantuannya masalah PL pekerjaan lanjutan yg mengacu kepada PP 29/2000 dan Kepmen PU 339, kan jelas untuk semua pengadaan barang/jasa pemerintah sdh mengeluarkan Keppres 80/2003, apakah 2 aturan PP dan Kepmen PU 339 tsb tidak bertentangan dengan Keppres 80/2003, apakah perlu dilakukan analisa profesional untuk pekerjaan lanjutan dan yang akan di PL
    Tks atas penjelasannya

    • Wa’alaikum salam Pak Agus Salim …
      Memang PP 99/2000 dan Kepmen PU 339 membolehkan PL untuk pekerjaan konstruksi yang pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan-nya tidak bisa dipisahkan (satu kesatuan konstruksi) dengan menunjuk penyedia jasa konstruksi sebelumnya. Seingat saya PP 29/2000 juga menjadi konsideran Keppres 80/2003 (coba dibaca didepan sendiri pada kata – kata menimbang dan seterusnya). Jadi harus dicari benang merah pengertian antara PP dengan Keppres tersebut dan siapapun tidak bisa mengelak bahwa keppres dasarnya juga PP itu. Jadi kalau mau membuat analisa profesional sebelum menetapkan PL untuk pekerjaan lanjutan yang sifatnya satu kesatuan konstruksi ya sangat buuuaguss bangets deh !!! So, Pak Agus Salim nantinya akan bisa menunjukkan bahwa memang bener bahwa keppres tidak bertentangan dengan PP namun dalam impelementasinya perlu didukung dengan analisis teknis yang mantap. salam dan semoga sukses selalu ya Pak !

  21. aslm pak, di tempat saya ada lelang nilainya antara 50-100 juta, pas lelang pertama ternyata gagal karena semua peserta ga ada yg lolos evaluasi administrasi, setelah dilakukan lelang kedua ternyata yang masukin penawaran cuma satu, trus dilakukan seperti pada penunjukan langsung, (sesuai pasal 28 Keppres 80 2003)
    pertanyaan saya
    kallo lelang di atas 50 juta bukannnya ga boleh pake penunjukan langsung? kenapa itu bisa dilakukan?
    tahapan2 apa saja yang seharusnya dilakukan oleh panitia setelah lelang pertama gagal?
    balas

    • Wa’alaikum salam Pak Heri …
      Ya sudah bener tuh yang dilaksanakan di tempat kerja Bapak. Memang diatas 50 juta harus lelang dan ketika lelang dikatakan gagal 2 kali maka yang ketiga boleh di-PL. Jadi pertanyaan-nya bukan “bolehkah diatas 50 juta di-PL ?”, namun pertanyaan-nya yang paling pas adalah “bagaimanakah jika lelang sudah 2 kali gagal terus ?”. Maka jawaban-nya adalah : “PL”.
      Tahapan – tahapan ? ya persis seperti PL itu Pak (itu lho yang ada di Keppres), namun sebelum melangkah ke PL tersebut agar disiapkan data – data pendukung seperti BA atas kegagalan 2 kali lelang sebelumnya dan keputusan PPKm (Pejabat Pembuat Komitmen) bahwa pekerjaan tsb akan di PL karena sudah 2 kali gagal.
      Demikian Pak, secuil info saya ini mudah-mudahan ada manfaat-nya.
      Salam.

      • Ass Wr Wb

        Kalau nilai 50-100 jt itu seleksi langsung atau pemilihan langsung yang mengudang 3calon penyedia barang/jasa, kalau di atas 100 jt batu lelang/seleksi umum. Bukan begitu pak? mohon pencerahannya.

        Wasalam
        heldi

  22. Assalamualaikum,

    pak, boleh minta contoh dokumen penunjukan langsung dibawah 50 juta?pengadaan nya diperuntukkan belanja jasa kantor pekerjaannya belanja kawat/faksimili/internet (webhosting) mohon dibalas secepatnya ya pak.

    wasalam,
    winy

    • buat Mas/ Mbak Winy yang baik,
      Mohon maaf saya ndak punya contoh yang bisa di kirim by elektronik, namun jika punya rekanan (penyedia barang/jasa) yang sudah ter-register di sistem eProcurement Pemkot Surabaya bisa minta ditunjukin alur dan bentuk dokumen-nya di aplikasi eGov kami yaitu eDelivery. Kalau ndak ada yang kenal begitu silahkan maen ke tempat saya di Surabaya untuk kami perlihatkan aplikasi tersebut. Omong – omong Mas/ Mbak Winy ini dari mana ? (kota/kabupaten mana ?) kalau dekat Surabaya saja sempatkan-lah ke kantor saya, trims dan salam.

  23. pak, saya mau nanya masalah paket lanjutan untuk tahap 2 itu boleh di lakukan penunjukan langsung atau tidak?
    kalau boleh dasarnya ap?
    kalau untuk tahap 1 kita gunakan CV kemudian dikarenakan lanjutan tahap 2 nilainya besar, maka boleh tidak kita mengantinya dengan PT? tetapi pelaksananya masih orang yang sama

    • Pak Surya yang baik …
      Apa yang Bapak maksud dengan Paket Lanjutan Tahap 2 ? Kalau itu adalah anggaran baru dari tahun anggaran yang berbeda menurut saya harus dianggap paket pekerjaan baru. Jika itu satu kesatuan konstruksi dengan paket pekerjaan pertama dan Pak Surya berani dan sanggup mempertahankan secara teknis dan akademis berdasarkan data bahwa paket pekerjaan kedua itu sangat dipengaruhi kegagalan konstruksinya oleh paket pekerjaan pertama, maka setahu saya PP Nomor 29 Tahun 2000 meng-akomodir untuk melanjutkan proses pelaksanaan pekerjaan-nya dengan menunjuk kontraktor sebelumnya. Coba dicek lagi Pak dan kita bisa diskusikan lebih lanjut …

  24. assalamu’alaikum wr.wb
    saya mau tanya, ketentuan yang memuat tentang kegagalan bangunan itu terdapat di keppres 80 thn 2003, kepmen pu, juknis, atau pada surat edaran ?
    mohon bantuannya…
    wassalam…

    disty

    • Mbak Disty …
      sepertinya ada di UU No 18/1999 dan PP29/2000 tuh yang mengatur tentang kegagalan bangunan, silahkan di cek ya sukses selalu …

    • Salam kenal buat Pak Arief …
      Informasi terakhir yang saya dengar harga pembelian mobil oleh pemerintah diberi patokan khusus (lebih rendah dari pada harga umum) jika beli dari distributor resmi/ ATPM-nya, sehingga sudah tidak ada saingan harga dengan mobil dengan type sejenis dari toko satu dengan toko lainnya. Jadi saya pikir informasi ini bisa Bapak pakai sebagai dasar penentuan apakah masih perlu lelang apa tidak…

  25. Bagiamana ya kalau pengadaan Spare Part untuk kendaraan dan Pemeliharaan kendaraan apa dapat dilakukan PL, Terima Kasih

    • Pak A-Fadil, ingat saya di keppres 80/2003 memang untuk pengadaan spare part ya bisa dengan PL, go a head saja Pak !

  26. pak, kalo pengadaan mobil berefrigasi (berpendingin) senilai 450 juta, bisa gak dengan PL, mengingat pekerjaannya khusus.?

  27. bagaimana pelaksanaan lelang yang kegiatannya dilaksanakan per tgl 1 januari dan kapan penanda tanganan kontrak, sedangkan DIPA turun bulan januari dan penelaahan DIPA bulan desember TAb-1, trima kasih

    • regulasi memungkinkan untuk lelang dulu mendahului penetapan DIPA, asalkan alokasi anggaran di APBN sudah tercantum, nantinya untuk penandatanganan kontrak setelah DIPA ada.

  28. bagaimana kalau pengadaan CCTV internet camera yg anggarannya sampai 200jt pada kantor DPRD, dimana pemasangannya perlu di rahasiakan. apa bisa digolongkan dalam PL…???

  29. Assalamualaikum…mas…..mw nanya…..apa khusus pekerjaan jasa konstruksi di bawah 50 juta dengan metode PL.apa harus ada RKS???apa perbedaan dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan langsung….ada nggak mas, punya contoh dokumen penunjukan langsung untuk jasa konstruksi????maklum mash baru………..

    • Wa’alaikum salam
      pekerjaan berapapun ya tetap ada RKS. Kalau dok prakualifikasi itu ya hanya bersifat memberikan informasi mengenai kuaifikasi perusahaan, kalau dokumen PL ya semua dokumen dalam rangka proses penetapan pelaksana pekerjaan. Sukses ya mas Hadi …

  30. Hehehe seruuwww negh Blog Bpk..

    Mohon Penjelasannya lagi Pak.. Kalo Makan Minum Untuk Anggota harian, hehehe mengingat Qt di salah satu SKPD yg Punya banyak Anggota Tenaga Pengamanan.

    Maksud sy Apakah Makan Minum Jg bs Melalui PL???? Atau Tetap melaui Proses Lelang karena nilaix Sekitar 2M???
    Bukankah Makan dan Minum Satuan Tenaga Pengamanan jg termasuk salah satu Penanganan Darurat Untuk Pertahanan Negara, Keamanan dan Keselamatan Masyarakat yg pengerjaannya tidak bs ditunda..

    • he he he, kok repot harus PL atau malah lelang, Bu Zidniaisyah bisa gunakan cara swakelola kalau uang tersebut untuk tenaga pengaman. Namun kalau lelang atau PL juga boleh saja >>>

Tinggalkan Balasan ke dwi Batalkan balasan