Kemarin saya mengisi semacam kuliah tamu di Universitas Surabaya (Ubaya) untuk adik – adik mahasiswa jurusan teknik informatika dan jurusan sistem informasi untuk topik eGovernment. Menurut kolega kerja yang menjadi dosen di jurusan tersebut, adik – adik mahasiswa tersebut masih awam tentang eGov, maksudnya bahwa mereka tidak tahu bayangan sama sekali bahwa di instansi pemerintah juga bisa diterapkan Information Technology (IT), bahkan di beberapa kantor sudah sangat maju implementasi IT-nya.. Dalam bayangan mereka kantor pemerintah itu ya tempat mengurus KTP dan harus datang sendiri dan harus bayar tips ini itu biar lancar, duuuh … kesian deh kami di pandang sebelah mata oleh para generasi muda bangsa he he he.
Akhirnya saya jelaskan di acara tersebut bahwa pemerintah daerah di kota mereka paham betul bahwa saat ini adalah era-nya DIGITAL ECONOMY. Menurut Turban, pada era ini “… conducting business in the digital economy means using web-based system on the internet and other electronic network to do transactions electronically …”. Saya sampaikan bahwa teman – teman birokrasi di Pemkot Surabaya sadar betul bahwa kalau ingin birokrasi ini tetap survive dalam melayani masyarakatnya maka harus juga memposisikan diri seperti pelaku lain di dunia global dalam bertransaksi yaitu menggunakan sistem elektronik menggunakan web base. Mereka bertanya apa saja sih transaksi yang dilakukan oleh Pemkot ? Saya jelaskan bahwa hampir semua lini dalam proses birokrasi terdapat transaksi yang sifatnya berkaitan langsung dengan uang maupun tidak. Nah, penggunaan sistem informasi secara elektronik, khususnya yang berbasis web untuk melaksanakan proses administrasi dan layanan publik oleh instansi pemerintah …inilah yang dikenal sebagai electronic government atau sering disebut eGov.
Yang menjadi benchmark kami untuk diterapkan di sistem eGov ya aplikasi – apikasi yang mendunia saat ini. Kami sangat ter-inspirasi dengan konsep ERP (Enterprise Resource Planning) yang mana sistem ini “… attempts to integrate all departments and functions across a company onto a single computer system that can serve all those different departments’ particular needs …”. Seperti yang pernah saya jelaskan di beberapa postingan lalu, dari konsep ERP inilah muncul produk unggulan yang kami create dengan segala daya upaya yang kami beri title GRMS (government resource management system). Di dalam GRMS ini kami integrasikan eBudgeting – eProject – eProcurement – eDelivery – eControlling & ePerformance dalam satu kesatuan sistem informasi yang dapat melayani semua satker.
Salah satu audience ada yang bertanya tentang infrastruktur eGov. Terhadap pertanyaan ini saya jelaskan bahwa pengembangan e-government disuatu lembaga pemerintah, dilandasi oleh 4 (empat) infrastruktur utama, meliputi:
1. Suprastruktur e-government yang memuat antara lain e-leadership, SDM dan peraturan;
2. Infrastruktur jaringan yang memuat antara lain protokol komunikasi, topologi, teknologi dan keamanan.
3. Infrastruktur informasi yang memuat antara lain struktur data, format data, data sharing, dan sistem pengamanannya.
4. Infrastruktur aplikasi yang memuat antara lain aplikasi layanan publik, aplikasi antar muka (interface), dan aplikasi back office.
Termasuk yang menjadi perhatian peserta kuliah pagi itu adalah mengenai kendala dan solusi apa yang diterapkan oleh Pemkot Surabaya saat implementasi sistem eGov. Pertanyaan ini saya jawab sebagai berikut :
1. Perubahan budaya kerja dari manual ke elektronik;
2. Kekuatiran kehilangan kesempatan berkarir dengan model bekerja yang baru;
3. Mental “PNS gaji kecil tapi ceperan banyak” yang cenderung membuat jalur proses sendiri yang rumit (membuat banyak meja untuk urusan …);
4. Tenaga di bidang ICT di lingkup Pemda masih sangat langka
5. Data base masih jalan sendiri – sendiri, bahkan sebagian besar masih paperbase bukan paperless
Sedangkan solusi yang kami terapkan di Pemkot Surabaya antara lain :
1. Pemaksaan proses bisnis tertentu yang dikaitkan dengan kepentingan organisasi;
2. Pembuatan aplikasi SIM dilakukan sendiri melibatkan programmer internal + outsourcing (karena System Analys dari konsultan sering kesulitan menemukan apa maunya org internal);
3. Pemakaian beberapa software non lisensi seperti linux, postgress SQL dll untuk support;
4. Pembuatan infrastruktur jaringan antar Satker;
Ya begitulah cerita tentang pengalaman saya pertama kali ketemu adik – adik mahasiswa yang masih murni dan tidak aneh – aneh kalau tanya. Beda banget kalau mengisi seminar/workshop yang selama ini sering saya lakukan dan peserta-nya adalah para PNS, isi pertanyaan-nya tendensius terus he he he.
Okey, salam.